Dalam kurun dua dekade terakhir, konsep smart city selalu dikaitkan dengan aneka teknologi yang dapat membantu pengelola kota meningkatkan kualitas hidup dan mengelola sumber daya kota secara lebih efisien dan efektif. Taka da yang salah dengan teknologi dan inovasi tersebut.
Namum tidak sedikit pula penerapan konsep kota cerda “Smart City” yang pada akhirnya melenceng dari tujuan perencanaan pemanfaatan ruang atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Pengelola kota dalam hal ini Pemerintah lebih memfokuskan diri pada penggunaan teknologi dan perangkat yang mahal ketimbang mencari solusi yang efisien dan lebih terjangkau.
Belajar dari pengalaman itu, para inovator konsep “Smart City” pun melakukan perubahan. Teknologi terbaru untuk melakukan koordinasi dan menganalisis data tetap berperan penting. Inisiatif utama “Smart City” merupakan keterlibatan dan partisipasi masyarakat serta komunitas digital pada kota tersebut.
Hal ini diperkuat penelitian yang dilakukan organisasi Nesta, lembaga inovasi di Inggris. Hasil reset berjudul “Rethinking smart cities from the Ground Up” itu memperhatikan pentingnya kolaborasi antara warga, komunitas dan Pemerintah dalam menyukseskan misi dari “Smart City” tersebut. Kolaborasi akan mendorong inovasi, menciptakan peluang-peluang baru dan lapangan kerja dan pada gilirannya akan menggerakan mesin perekonomian kota tersebut.
Adapun contoh-contoh Start Up (Aplikasi) yang dapat menginspirasi Kota Pintar “Smart City” yang dibangun dari Komunitas. Sehingga dapat melibatkan masyarakat lebih optimal, sebagai berikut:
1. Peta Jakarta
Aplikasi ini dimanfaatkan untuk memetakan wilayah banjir secara real time, Pemerintah DKI memanfaatkan cuitan di Twiter dengan #banjir. Setelah itu admin Peta Jakarta akan melakukan uploading database ke dalam peta digital.
2. Smart Citizen Kit
Aplikasi ini dimanfaatkan sebagai pengukur cuaca baik kelembapan, polusi, dan kebisingan. Cara kerja aplikasi ini mengirim data via internet ke platform smartcitizen.me lalu data tersebut akan ditampilkan sebagai peta data lingkungan dengan istilah “Crowdsourcing”. Aplikasi ini sudah berjalan di Negara Belanda kota Amsterdam.
3. Madame La Maire J’ai Une Idee
Aplikasi ini merupakan partisipasi warga Paris Kota Perancis pada tahun 2017 untuk menyampaikan ide-ide terkait pembangunan kota disana. Langkah ini ditempuh untuk memastikan setiap warga dapat menikmati pembangunan.
4. Sharing City Seoul
Aplikasi ini digunakan Kota Seoul untuk melakukan jenis sharing project baik jasa maupun barang. Pemerintah Kota Seoul juga menawarkan sekitar 800 gedung pemerintah yang dapat digunakan untuk pertemuan dan penyelenggaraan acara.
5. Minecraft: Block by block
Bagaimana sebuah game dapat membantu mencerdaskan kota ?? Ternyata games tersebut masyarakat dapat dengan mudah membuat model 3D ruang publik yang mereka inginkan, tentu saja dengan berkolaborasi Pemerintah setempat. Contoh Proyek nyata di Kota Haiti Hawai dimana sekelompok nelayan yang tidak bisa membaca dan menulis dan tidak dapat menggunakan komputer. Dengan aplikasi ini para nelayan tersebut dapat merancang sendiri tembok (sea wall) yang akan melindungi mereka dari abrasi/rob.
Diatas merupakan contoh kecil dari pemanfaatan teknologi untuk perkembangan kota. Dimana pelibatan masyarakat sangat diperlukan dalam proses tersebut. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sendiri sudah ada aplikasi berbasis website www.geoportal.babelprov.go.id yang bisa dimanfaatkan siapapun khususnya masyarakat yang akan berinvestasi di Provinsi ini. Dimana di aplikasi tersebut wilayah yang akan menjadi investasi agar disesuaikan dengan peruntukan ruang berdasarkan RTRW Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
“Proses membangun kota pintar atau smart city tak bisa lepas dari faktor manusia di lingkungan kota itu sendiri” By Liana Threestayanti
Daftar Pustaka;
- https://media.nesta.org.uk/documents/DECODE-2018_report-smart-cities.pdf
- Info Komputer edisi #04 April by Liana Threestayanti